Pengalaman Sholat Dilingkungan Mayoritas Non Islam
Hari ini akhirnya aku bisa melalukan salah satu mimpiku yaitu jadi seorang tutor. Alhamdulillah, temenku yang bernama Tata memberikan info bahwa ada anak yang membutuhkan tutor matematika untuk Ujian Nasional. Aku langsung mengiyakan tawaran itu karena memang aku ingin jadi tutor selain itu aku juga pengin ngisi waktuku dengan hal-hal yang bermanfaat. "Aku harus gerak, aku harus belajar dan manggapai impianku" itu motivasi terkuat aku untuk melakukan pekerjaan ini.
Memang aku tidak ada background jurusan pendidikan tapi kalau untuk anak SD otakku insya Allah masih bisa kerja 😅
Hari ini aku ketemu Nadia dan Ibunya, aku mulai dengan mengerjakan soal-soal yang ada dibukunya. Oh iya aku lupa bilang klo mereka Chinese dan kristen. So, saat pertama kali kesana aku agak canggung dan dilema. Karena akhirnya aku harus menunda sholatku 😭. Tapi hari kedua kesana, aku memberanikan diri untuk izin sholat yang kebetulan g jauh dari rumah Nadia.
Sampai dimushola hanya ada satu kakek-kakek yang duduk sambil baca Al-qur'an. Musholanya dekat lapangan badminton dan kecil, setelah baca al-qur'an,kakek tersebut adzan namun tidak memakai toa seperti mushola2 yang lain. Kemudian datanglah beberapa jamaah sholat, salah satunya nenek2 yang duduk disampingku.Aku bertanya kepada beliau
"Mbah, disini mayoritas non ya" tanyaku
"iya, disini Islam minor" jawab mbahnya
Dalam hatiku, biasanya aku hidup dilingkungan yang mayoritas adalah Islam dan sekarang aku dilingkungan yang sebaliknya, suara adzan aja g boleh pake pengeras suara.
Waktu iqomahpun, bapak2nya tadi juga tidak pake toa, maka dari itu aku bertekad untuk ikut sholat jamaah disana.
"Bersyukurlah kamu bisa hidup dilingkungan yang masyoritas islam, bisa mengumandangkan adzan dan sholat berjamaah."
Setelah sholat selesai, aku kembali kerumah Nadia, aku melanjutkan soal pembahasannya lagi. Aku tak tahu berapa orang yang tinggal dirumah itu, tapi sepertinya ibunya punya dua anak, satu Nadia dan satunya lagi cowok. Ibunya mengajak ngobrol aku tentang ujian nasional SMA, bahwa keponakannya baru saja menyelesaikan UN tapi karena disleksia, ujiannya harus dibantu gurunya. Dan aku menyambung bahwa aku juga menjadi tutor tuna netra dan aku juga menjelaskan cara komunikasi dan kelebihan mereka. Ibunya tertarik dan bilang bahwa anaknya yang cowok juga disleksia, lalu bertanya apakah aku pernah mengajar anak disleksia, aku jawab tidak pernah. Sempat juga dua kali anaknya yang laki-laki itu datang ketempat kita belajar dan mengganggu Nadia, aku hanya melihatnya saja.
Aku merasa selalu dipertemukan dengan orang yang mempunyai kekurangan fisik dari netra sampai disleksia, apakah Allah ingin memberitahuku bahwa "kamu itu adalah orang yang beruntung, masih banyak yang diluar sana yang mempunyai kekurangan dan kelebihannya masing-masing".
Jadi, merasa bersyukur Allah telah menuntunku untuk bertemu dengan mereka dan membuatku untuk selalu berayukur kepada-NYA.
Memang aku tidak ada background jurusan pendidikan tapi kalau untuk anak SD otakku insya Allah masih bisa kerja 😅
Hari ini aku ketemu Nadia dan Ibunya, aku mulai dengan mengerjakan soal-soal yang ada dibukunya. Oh iya aku lupa bilang klo mereka Chinese dan kristen. So, saat pertama kali kesana aku agak canggung dan dilema. Karena akhirnya aku harus menunda sholatku 😭. Tapi hari kedua kesana, aku memberanikan diri untuk izin sholat yang kebetulan g jauh dari rumah Nadia.
Sampai dimushola hanya ada satu kakek-kakek yang duduk sambil baca Al-qur'an. Musholanya dekat lapangan badminton dan kecil, setelah baca al-qur'an,kakek tersebut adzan namun tidak memakai toa seperti mushola2 yang lain. Kemudian datanglah beberapa jamaah sholat, salah satunya nenek2 yang duduk disampingku.Aku bertanya kepada beliau
"Mbah, disini mayoritas non ya" tanyaku
"iya, disini Islam minor" jawab mbahnya
Dalam hatiku, biasanya aku hidup dilingkungan yang mayoritas adalah Islam dan sekarang aku dilingkungan yang sebaliknya, suara adzan aja g boleh pake pengeras suara.
Waktu iqomahpun, bapak2nya tadi juga tidak pake toa, maka dari itu aku bertekad untuk ikut sholat jamaah disana.
"Bersyukurlah kamu bisa hidup dilingkungan yang masyoritas islam, bisa mengumandangkan adzan dan sholat berjamaah."
Setelah sholat selesai, aku kembali kerumah Nadia, aku melanjutkan soal pembahasannya lagi. Aku tak tahu berapa orang yang tinggal dirumah itu, tapi sepertinya ibunya punya dua anak, satu Nadia dan satunya lagi cowok. Ibunya mengajak ngobrol aku tentang ujian nasional SMA, bahwa keponakannya baru saja menyelesaikan UN tapi karena disleksia, ujiannya harus dibantu gurunya. Dan aku menyambung bahwa aku juga menjadi tutor tuna netra dan aku juga menjelaskan cara komunikasi dan kelebihan mereka. Ibunya tertarik dan bilang bahwa anaknya yang cowok juga disleksia, lalu bertanya apakah aku pernah mengajar anak disleksia, aku jawab tidak pernah. Sempat juga dua kali anaknya yang laki-laki itu datang ketempat kita belajar dan mengganggu Nadia, aku hanya melihatnya saja.
Aku merasa selalu dipertemukan dengan orang yang mempunyai kekurangan fisik dari netra sampai disleksia, apakah Allah ingin memberitahuku bahwa "kamu itu adalah orang yang beruntung, masih banyak yang diluar sana yang mempunyai kekurangan dan kelebihannya masing-masing".
Jadi, merasa bersyukur Allah telah menuntunku untuk bertemu dengan mereka dan membuatku untuk selalu berayukur kepada-NYA.
Komentar
Posting Komentar